Celetukan "muke lu jauh" atau "kingkong lu lawan" pasti mengingatkan
masyarakat pada Benyamin Sueb. Sejak kecil, Benyamin Sueb sudah
merasakan getirnya kehidupan. Bungsu delapan bersaudara pasangan
Suaeb-Aisyah kehilangan bapaknya sejak umur dua tahun. Karena kondisi
ekonomi keluarga yang tak menentu, si kocak Ben sejak umur tiga tahun
diijinkan ngamen keliling kampung dan hasilnya buat biaya sekolah
kakak-kakaknya. Benyamin sering mengamen ke tetangga menyanyikan lagu
Sunda Ujang-Ujang Nur sambil bergoyang badan. Orang yang melihat aksinya
menjadi tertawa lalu memberikannya recehan 5 sen dan sepotong kue
sebagai "imbalan".
Penampilan Benyamin kecil memang sudah beda, sifatnya yang jahil
namun humoris membuat Benyamin disenangi teman-temannya. Seniman yang
lahir di Kemayoran, 5 Maret 1939 ini sudah terlihat bakatnya sejak
anak-anak.
Bakat seninya tak lepas dari pengaruh sang kakek, dua engkong
Benyamin yaitu Saiti, peniup klarinet dan Haji Ung, pemain Dulmuluk,
sebuah teater rakyat - menurunkan darah seni itu dan Haji Ung (Jiung)
yang juga pemain teater rakyat di zaman kolonial Belanda. Sewaktu kecil,
bersama 7 kakak-kakaknya, Benyamin sempat membuat orkes kaleng.
Benyamin bersama saudara-saudaranya membuat alat-alat musik dari
barang bekas. Rebab dari kotak obat, stem basnya dari kaleng drum minyak
besi, keroncongnya dari kaleng biskuit. Dengan "alat musik" itu mereka
sering membawakan lagu-lagu Belanda tempo dulu.
Kelompok musik kaleng rombeng yang dibentuk Benyamin saat berusia 6
tahun menjadi cikal bakal kiprah Benyamin di dunia seni. Dari tujuh
saudara kandungnya, Rohani (kakak pertama), Moh Noer (kedua), Otto
Suprapto (ketiga), Siti Rohaya (keempat), Moenadji (kelima), Ruslan
(keenam), dan Saidi (ketujuh), tercatat hanya Benyamin yang memiliki
nama besar sebagai seniman Betawi. Benyamin memulai Sekolah Dasar (dulu
disebut Sekolah Rakyat) Bendungan Jago sejak umur 7 tahun. Sifatnya yang
periang, pemberani, kocak, pintar dan disiplin, ditambah suaranya yang
bagus dan banyak teman, menjadikan Ben sering ditraktir teman-teman
sekolahnya.
SD kelas 5-6 pindah ke SD Santo Yusuf Bandung. SMP di Jakarta lagi,
masuk Taman Madya Cikini. Satu sekolahan dengan pelawak Ateng. Di
sekolah Taman Madya, ia tergolong nakal. Pernah melabrak gurunya ketika
akan kenaikan kelas, ia mengancam, "Kalau gue kagak naik lantaran
aljabar, awas!" Lulus SMP ia melanjutkan SMA di Taman Siswa Kemayoran.
Sempat setahun kuliah di Akademi Bank Jakarta, tapi tidak tamat.
Baru setelah menikah dengan Noni pada 1959 (mereka bercerai 7 Juli
1979, tetapi rujuk kembali pada tahun itu juga), Benyamin kembali
menekuni musik. Bersama teman-teman sekampung di Kemayoran, mereka
membentuk Melodyan Boy. Benyamin nyanyi sambil memainkan bongo. Bersama
bandnya ini pula, dua lagu Benyamin terkenang sampai sekarang, Si
Jampang dan Nonton Bioskop.
Benyamin yang telah empat belas kali menunaikan ibadah haji ini
meninggal dunia setelah koma beberapa hari seusai main sepak bola pada
tanggal
5 September 1995, akibat
serangan jantung.
Benyamin dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Ini dilakukan sesuai
wasiat yang dituliskannya, agar dia dimakamkan bersebelahan dengan makam
Bing Slamet yang dia anggap sebagai guru, teman, dan sosok yang sangat
memengaruhi hidupnya......
info : goegle.